KAMI ADA DI KOTA KESAYANGAN ANDA..MADIUN..TELP 0351-494266
KAMI ADA DI KOTA KESAYANGAN ANDA..MADIUN..TELP 0351-494266

Jumat, 05 Agustus 2016


Madumongso madiun

VIVA.co.id – Nama panganan Madumongso memang masih terdengar asing di telinga kita. Namun siapa sangka, camilan khas Madiun ini ternyata sudah terkenal di beberapa kota besar lainnya seperti Makassar, Bandung, Bali, Palangkaraya, Pati, Surabaya dan Papua.
Pesanan akan kue berbahan baku ketan hitam ini pun terbilang cukup tinggi. Ibu Danuk sang pemilik usaha Madumongso mengaku bisa memproduksi 1 ton jelang Lebaran.
“Kalau sekarang banyak dijual, itu karena makanan ini khas Madiun, sehingga banyak permintaan jelang Lebaran," ucap Ibu Danuk, Kamis, 16 Juni 2016.
Produksi 1 ton Madumongso menjelang Lebaran ini, lanjut Ibu Danuk sudah berjalan sejak tahun 2005.
“Sebelum tahun 2005, saya pernah dimaki-maki orang. Kata orang itu, saya disuruh merobohkan papan nama ‘Madumongso Wahyu Tumurun’. Karena dia dari Makassar, dan ingin membeli Madumongso 10 kilogram, hanya ada 2 kilogram, dia kecewa sekali,” kata Ibu Danuk.
Lalu bagaimana soal harganya? Ibu Danuk mengatakan untuk membeli Madumongso tak sampai merogoh kocek dalam-dalam. Satu kilogram Madumongso, Ibu Danuk menjual seharga Rp60.000.
“Orang bisa beli dari saya, lalu mereka memberi label sendiri, itu tidak apa-apa, terserah meraka. Yang penting dagangan saya laku,” ucapnya.
Ibu Danuk sedikit membocorkan resep membuat Madumongso. Proses itu mulai memasak ketan hitam menjadi tape, paling tidak memerlukan waktu tiga hari, lalu baru bisa dimasak dicampur dengan gula dan santan.
“Setelah itu baru dibungkus menggunakan plastik dan kertas klobot yang warnanya berwarna-warni,” katanya.

Selasa, 29 Desember 2015

Madumongso Wahyu Tumurun Jajanan Khas Madiun: MADU MONGSO WAHYU TUMURUN MADIUN

Madumongso Wahyu Tumurun Jajanan Khas Madiun: MADU MONGSO WAHYU TUMURUN MADIUN: Prousen Jajanan Madumongso di Madiun "Banjir" Pesanan Madiun - Produsen jajanan khas Kota Madiun, Jawa Timur, madumongso, "b...

Asal Mula Kota Madiun

Asal Mula nama Kota Madiun Sultan Trenggono adalah Sultan Demak ketiga, sekaligus juga yang terakhir. Beliau mangkat pada tahun 1546 di medan perang dalam usahanya menaklukkan daerah Pasuruan di Jawa Timur. Peristiwa tersebut membawa akibat timbulnya perang saudara antar keturunan daerah Demak untuk memperebutkan tahta kerajaan. Sultan Prawata, putra sulung Sultan Trenggono gugur dalam perebutan tahta itu. Tinggallah Pangeran Hadiri dan Pangeran Adiwijaya. Keduanya sama-sama menantu dari Sultan Trenggono. Yang keluar sebagai pemenangnya adalah Pangeran Adiwijaya. Atas restu Sunan Kudus, Pangeran Adiwijaya ditetapkan sebagai Sultan dan menetapkan Pajang sebagai pusat kerajaan. Bersamaan dengan penobatan Sultan Adiwijaya, dilantik pula adik ipar sultan, yaitu putra bungsu Sultan Trenggonoyang bernama Pangeran Timur sebagai Bupati di Purabaya yang sekarang disebut Kabupaten Madiun. Setelah Pangeran Adiwijaya mangkat karena usianya yang sudah tua, pusat pemerintahan berpindah ke Kerajaan Mataram yang didirikan oleh Danang Sutowijoyo atau yang lebih populer disebut Panembahan Senopati. Ia adalah putra sulung Pangeran Adiwijaya. Konon, Panembahan Senopati berwajah tampan, kemauannya keras dan pandai berperang. Sebagai seorang raja besar, Panembahan Senopati bercita-cita hendak menaklukkan para bupati di seluruh Tanah Jawa di bawah panji-panji Mataram. Terkisahlah Pangeran Timur setelah menjadi bupati di Purabaya. Ia memerintah dengan adil dan bijaksana. Rakyatnya aman dan makmur. Ia disenangi oleh para bupati di Jawa Timur. Dalam memerintah, ia dikenal dengan sebutan Pangeran Ronggo Jumenoatau panembahan Mediyun. Dari kata Panembahan yang berasal dari kata adsar sembah sudah jelas bahwa Pangeran Timur memiliki kedudukan yang lebih dibanding para bupati yang lain karena kepadanya orang menghaturkan sembah. Mungkin karena Pangeran Timur masih keturunan Raja Demak Bintoro. Beberapa bupati yang bersekutu dengan Pangeran Timur di Purabaya yang tidka tunduk pada kekuasaan Mataram adalah Surabaya, Ponorogo, Pasuruan, Kediri, Kedu, Brebek, Pakis, Kertosono, Ngrowo (Tulungagung), Blitar, Trenggalek, Tulung (Caruban), dan Jogorogo. Panembahan Senopati pernah menyerang Purabaya dua kali, namun gagal. Dalam penyerangannya yang ketiga, Panembahan Senopati mengambil langkah-langkah yang menyangkut siasat dan strategi. Para prajurit dibekali dengan kemampuan dan keterampilan dalam mempergunakan senjata (keris, pedang, tombak, panah) dan ketangkasan menunggang kuda serta mengendalikan kuda. Pasukan Panembahan Sneopati dibagi menjadi pasukan inti dan pasukan kelas dua. Untuk mengecoh lawan, pasukan kelas dua dilengkapi dengan segala atribut kebesaran perang: genderang, panji-panji, dan umbul-umbul. Pasukan ini tugasnya mengepung Purabaya dan datang dari arah yang berlawanan. Dalam penyarangan yang dijalankan oleh Panembahan Senopati dibantu oleh dua orang penasihat ahli perang, yaitu Ki Juru Mertani dan Ki Panjawi. Siasat pertama yang dijalankan oleh Panembahan Senopati adalah mengutus seorang istri/selirnya yang amat dikasihinya untuk berpura-pura tunduk pada pemerintahan Pangeran Timur di Purabaya. Tentulah Pangeran Timur bergirang hati. Diterimanya tanda tunduk dari Mataram. Melihat peristiwa itu, beberapa bupati yang menjadi sekutu Purabaya lengkap dengan prajuritnya yang telah lama bersiaga di Purabaya mulai pulang ke daerah masing-masing. Kabupaten Purabaya dinyatakan dalam keadaan aman dan tenang oleh Pangeran Timur. Dalam suasana seperti itu, prajurit sandi Mataram segera menghadap Panembahan Senopati di Mataram. Akhirnya dengan pertimbangan yang masak, Panembahan Senopati memimpin prajurit Mataram untuk menyerang Kabupaten Purabaya dari berbagai arah. Mendapat serangan tiba-tiba dari Mataram, Raden Ayu Retno Jumilah segera mengangkat senjata memimpin para prajurit Purabaya untuk melawan prajurit Mataram, ia masih putri Pangeran Timur. Purabaya yang telah ditinggalkan oleh para sekutunya menghadapi serbuan Panembahan Senopati dipertahankan sepenuhnya oleh pasukan sendiri, itupun yang mereka lawan adalah pasukan kelas dua. Tanpa mendapat perlawanan yang berarti, pasukan inti Mataram segera menyerbu pusat pertahanan terakhir yang berada di kompleks istana Kabupaten Purabaya. Pasukan pertama bertugas melindungi keluarga dan istana. Mereka bertempur dengan gagah berani melawan pasukan inti Mataram. Pertempuran yang sangat sengit itu terjadi di sekitar sendang di dalam kompleks istana. Kabupaten Purabaya akhirnya runtuh pada tahun 1590. Untuk mengenang peristiwa itu, Panembahan Senopati mengubah nama Purabaya menjadi Mbedi Ayun (Mbedi = mbeji = beji dalam bahasa Jawa berarti sendang. Ayun berarti depan atau dapat juga berarti perang. Mbedi Ayun berarti perang di sekitar sendang). Kata Mbedi Ayun akhirnya mengalami perubahan ucapan menjadi Mbediyun, kemudian berubah lagi menjadi Mediyun dan yang terahir adalah Madiun. Konon perang besar itu berakhir pada hari Jumat Legi tanggal 16 November 1590 Masehi, sekaligus ditandai sebagai penggantian nama Purabaya menjadi Madiun

MADU MONGSO WAHYU TUMURUN MADIUN

Prousen Jajanan Madumongso di Madiun "Banjir" Pesanan Madiun - Produsen jajanan khas Kota Madiun, Jawa Timur, madumongso, "banjir" pesanan menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru 2012. ANTARA di Madiun Sabtu, melaporkan, industri rumah tangga pembuat

madumongso "Wahyu Tumurun" di Jalan Timbangan, Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Taman, Kota Madiun misalnya, permintaan produksinya meningkat 100 persen. Produksi jajanan dari tape ketan hitam ini meningkat dari biasanya 100 kilogram, kini mencapai 200 kilogram per hari. Pemilik usaha pembuatan madumongso Wahyu Tumurun, mengatakan, peningkatan pesanan dari konsumen ini terjadi sejak dua pekan terakhir menjelang Hari Raya Natal dan diperkirakan keadaan ini akan bertahan hingga Tahun Baru 2012. Jajanan khas Kota Madiun ini banyak diminati oleh para pendatang, sehingga masyarakat umum banyak yang memesan ataupun membeli di sejumlah pusat oleh-oleh untuk sanak saudara yang datang dari luar kota saat Natal dan tahun baru. "Pesanan madumongso ini datang dari warga umum dan beberapa pengurus gereja untuk hidangan perayaan Natal. Selain itu, juga pesanan dari berbagai pusat perbelanjaan makanan khas Madiun untuk kemudian dijual kembali," kata dia. Untuk harga, pihaknya mematok Rp3.500 per ons yang telah dikemas secara rapi dengan plastik dan kertas warna-warni yang daat menarik perhatian pembeli. Rasanya yang nikmat dan harganya yang murah, membuat makanan yang terbuat dari paduan tape ketan hitam, gula Jawa, dan santan ini, banyak diminati. Untuk memenuhi pesanan konsumen, terpaksa menambah pekerja untuk dipekerjakan secara lepas. Omzet penjualannya pun meningkat hingga 100 persen lebih dibanding hari biasa. "Selain untuk memenuhi pasar di Kota Madiun sendiri, ada juga pesanan dari kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Puncak pesanan biasanya terjadi saat hari raya keagaamaan, seperti Natal dan Idul Fitri," tambahnya. Sementara, Pemerintah Kota Madiun menilai, keberadaan jajanan khas madumongso sangat penting untuk dijadikan ikon kota. Hal ini sama pentingnya dengan sambal pecel yang telah dikenal lebih dahulu. Untuk lebih mengenalkan jajanan madumongso, Pemkot Madiun akan menggelar pemecahan rekor MURI, Madumongso Terpanjang, pada akhir tahun ini. "Tujuannya untuk mendongkrak penjualan jajanan madumongso serta memajukan industri kecil menengah (IKM) produsen madumongso yang ada," ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkot Madiun Edi Hermayanto. (*)